Review Film: Lilo & Stitch (2025)



Jakarta, Indonesia

Lilo & Stitch menjadi film remake live-action Disney pertama yang akhirnya membuat saya cukup puas sejak menonton Cruella (2021).

Memang Lilo & Stitch (2025) tidak lebih baik dari Cruella (2021), bahkan dari versi animasi aslinya sendiri pada 2002. Namun saya sangat menyambut film Disney yang kembali ke fitrahnya: menghibur, dan menginspirasi dengan lembut.

Saya bisa tersenyum ringan dan tertawa renyah menyaksikan cerita Lilo & Stitch, yang kini ditulis oleh Chris Kekaniokalani Bright dan Mike Van Waes berdasarkan kisah yang pernah ditulis oleh Chris Sanders dan Dean DeBlois pada 2002.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Memang duet Bright dan Waes punya perbedaan yang cukup jelas terasa bagi mereka yang menonton dan menggemari kisah si alien bergajulan-tapi-ngegemesin itu.

Bright dan Waes jelas menggunakan pendekatan yang berbeda untuk film live-action animation ini, di mana dilematika kakak-adik yang humanis jauh lebih terasa dibandingkan dari versi animasinya.




Sejumlah tokoh yang pada versi animasi ada yang dihilangkan kali ini. Lalu ada pula tokoh baru yang muncul, atau pun mendapatkan porsi lebih banyak di versi live-action animation ini.

Lilo & StitchReview Lilo & Stitch (2025):Bright dan Waes jelas menggunakan pendekatan yang berbeda untuk film live-action animation ini, di mana dilematika kakak-adik yang humanis jauh lebih terasa dibandingkan dari versi animasinya. (dok. Walt Disney Pictures via IMDb)

Selain itu ada juga kisah atau adegan yang ikonis dalam versi animasi, tapi mungkin jadi tidak logis bahkan mungkin janggal bila diwujudkan dalam bentuk live-action animation, yang akhirnya tak terlihat di layar lebar.

Segala keputusan Bright, Waes, dan sutradara Dean Fleischer Camp tersebut sepenuhnya bisa saya maklumi. Bahkan membuat versi live-action animation ini terasa berbeda dibandingkan versi originalnya, selain dari pada urusan teknis gambar bergerak.

Sederhananya, Lilo & Stitch versi 2025 ini adalah kembar tak identik dari versi 2002. Penonton dan penggemar akan menemukan persamaannya, tetapi sekaligus merasakan jelas perbedaan di antara keduanya.

Namun apakah kemudian hal tersebut menjadi kelemahan karena sebenarnya proyek 2025 ini adalah remake? Saya rasa justru sebaliknya, Lilo & Stitch (2025) sepenuhnya bisa menceritakan ulang tanpa harus terbebani kisah aslinya 23 tahun lalu.

Saya sebut itu rezeki si bangor Stitch. Karena jelas hal serupa tak terjadi dengan saudaranya yang rilis sebelum dia, yakni Snow White (2025) yang mengadaptasi animasi Snow White and the Seven Dwarfs (1937).

Lilo & StitchReview Lilo & Stitch (2025):Aktris cilik Maia Kealoha yang berperan sebagai Lilo jelas menunjukkan kebolehannya dalam berakting dan memiliki peluang besar untuk menjadi aktris besar asli Hawaii di masa depan. (dok. Walt Disney Pictures via IMDb)

Saya merasa perbedaan tersebut mungkin karena Bright, Waes, dan Camp tidak seambis itu menghasilkan film Lilo & Stitch yang berisi pesan-pesan politis, yang kalau kata anak zaman now disebut “woke agenda”.

Bright, Waes, dan Camp memang tetap memasukkan unsur-unsur “inklusifitas” dalam Lilo & Stitch (2025), tapi saya menemukannya masih dalam tahap yang halus, wajar, dan memang sesuai dengan kisah aslinya.

Bahkan trio tersebut menciptakan cerita-cerita yang bisa dikonotasikan “woke agenda” itu dengan cara yang masuk dalam logika ceritanya. Mereka juga tak memaksakan kondisi sosial-politik saat ini ke dalam film dan mengubah cerita anak-anak menjadi sebuah film advokasi yang berat.

Hasilnya, ya bagi mereka yang sensitif akan konten tersebut, tentu tetap bisa merasakan pandangan sosial-politik itu. Namun saya yakin sebagian besar penonton akan lebih menikmati tingkah urakan Stitch dibanding menelisik konten rahasia yang disisipi Disney di sana.

Namun film ini juga tak sampai membuat saya memberikan nilai rating penuh. Ada beberapa hal dari gubahan Lilo & Stitch (2025) yang terasa tanggung bagi saya. Mungkin salah satunya karena saya juga belum akrab dengan para pemain utama di film ini.

Aktris cilik Maia Kealoha yang berperan sebagai Lilo jelas menunjukkan kebolehannya dalam berakting dan memiliki peluang besar untuk menjadi aktris besar asli Hawaii di masa depan.

Sementara itu, Sydney Elizebeth Agudong juga terlihat berupaya keras untuk membawakan karakter Nani Pelekai yang dalam benak saya terbilang perempuan cukup maskulin semacam karakter Carmen di AADC (2002). Namun Palekai terbilang cukup baik dalam tampil sebagai kakak sulung, perempuan, yang mesti bertanggung jawab terhadap adiknya.

Aksi Zach Galifianakis sebagai Dr Jumba Jookiba dan Billy Magnussen sebagai Agen Wendell Pleakley juga menjadi pasangan benar-benar membuat cerita berjalan segar. Rasanya rindu melihat unsur komedi slapstick semacam yang dibawakan Dr Jumba dan Agen Wendell.

[Gambas:Video ]

Selain itu, saya ingin memberikan salut untuk para animator dan kru yang bertugas di bagian desain produksi, efek visual, dan tata suara yang membuat film ini terasa lebih hidup.

Wabilkhusus, terima kasih sudah membuat Stitch dengan sangat detail sehingga rasanya ingin mencari boneka alien itu. Sekaligus, melihat Stitch dengan segala kebadungannya sepanjang film mengingatkan akan kucing saya si Oyen dengan segala ke-random-an dan kehebohan yang dia ciptakan.

Yang pasti, rekor yang diperoleh Lilo & Stitch (2025) dan kembali mengulang kesuksesan versi aslinya ini mungkin sebagai tanda semesta untuk Disney agar kembali ke fitrahnya, menghibur dan mengimajinasi anak-anak dengan kisahnya yang humanis, magis, dan menghangatkan hati, agar kita bisa sejenak rehat dari dunia nyata yang begitu bising dan penuh intrik.

[Gambas:Youtube]

(end)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *