Saran Pakar Korsel ke Pemerintah Indonesia Saat Marak Kebocoran Data




Jakarta, Indonesia

Pakar Korea Selatan menyarankan pemerintah Indonesia meraih kepercayaan publik di tengah upaya transformasi digital dan kasus kebocoran data yang masih marak.

Ahli teknologi informasi dan komunikasi sekaligus manajer pembangunan internasional di Korea Institute of Patent Information (KIPI) Janet Sohlhee Yu membagikan strategi jitu itu.

Janet, dalam diskusi Indonesian Next Generation Journalist Network on Korea, yang digelar Foreign Policy Community of Indonesia dan bekerja sama dengan Korea Foundation, mengatakan semua layanan digital baik swasta maupun publik berawal dari kumpulan data.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Kita perlu membuat setiap data dalam bentuk dan format yang akurat dalam basis data,” kata dia saat diskusi via zoom pada Jumat (11/10).

Janet juga bercerita mulanya Korsel menangani data secara manual dengan mengetik dan memasukkan ke komputer. Seiring berjalannya waktu, negara ini memiliki sistem yang lebih bisa dipercaya dan aman.

Janet lalu mencontohkan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang bersumber dari kumpulan data dan bisa dimanfaatkan dengan baik.

Dia juga menyarankan pemerintah Indonesia harus terlebih dahulu menyiapkan data yang akurat dan selaras antar pemerintah dengan format yang kompatibel disertai tingkat keamanan yang tinggi.

“Jika itu dilakukan maka saya pikir, tingkat layanan atau tingkat akurasi layanan publik akan meningkat secara otomatis,” ujar Janet.

Indonesia, menurut dia, sedang berjuang untuk membuat sistem yang terpadu terkait transformasi digital.

Jadi, saat ini Indonesia harus menghadapi masalah seperti ketidakpercayaan warga terhadap pemerintah.

“Begitu data publik dibangun dalam satu kesatuan yang jelas dan bersih, tingkat layanan akan meningkat,” imbuh Janet.

Tingkat layanan akan berdampak ke kepuasan dan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Kepercayaan publik ke pemerintah terkait penggunaan data sempat menjadi sorotan karena kebocoran data yang marak.

Pada September lalu misalnya, sebanyak 6 juta data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) diduga mengalami kebocoran.

Data itu diduga diperjualbelikan dengan Harga sekitar Rp150 juta rupiah.

Di bulan yang sama, sistem Pusat Data Nasional (PDN) terkena ransomware atau modus pemerasan.

Dalam beberapa kasus, infeksi ransomware bermula dari penyerang mendapat akses ke perangkat. Seluruh sistem operasi atau file pun dienkripsi. Uang tebusan kemudian diminta dari korban.

(isa/dmi)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *