Serangan Digital Naik saat Kebijakan Pemerintah Ramai Ditolak



Jakarta, Indonesia —

Direktur Eksekutif Safenet Damar Juniarto mengungkap serangan digital terutama kepada aktivis meningkat sepanjang 2020-2021. Hal itu terutama terjadi saat ada penolakan warga terhadap kebijakan tertentu.

Berdasarkan temuan Safenet di periode tersebut, serangan di platform digital berbentuk doxing, hacking, Distributed Denial of Service atau DDoS, hingga internet shutdown.

“Sejak 2 tahun terakhir 2020-2021 kami mencatat ada 147 serangan digital pada 2020 dan meningkat di 2021 sampai November kemarin saja sudah ada 159 insiden serangan digital,” kata Damar dalam diskusi virtual, Kamis (9/12).

Tak ketinggalan, ada pula upaya kriminalisasi via UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) kepada para aktivis atau masyarakat sipil. Data hingga November 2021, ada 32 kasus kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi menggunakan UU ITE yang tercatat oleh Safenet.

Masih merujuk data yang sama, lebih dari 20 persen kasus UU ITE menjerat aktivis. Sisanya menjerat akademisi, buruh, kemudian korban, pendamping, atau saksi kekerasan seksual dan jurnalis.

“Ternyata kelompok kritis yang dilaporkan dengan UU ITE lebih dari 50 persen dari total kasus yang dicatat oleh Safenet,” ujar Damar.

Mayoritas pelapor tersebut adalah pejabat publik atau petinggi di suatu institusi. Pejabat publik menjadi pelapor dengan persentase tertinggi yakni 28 persen, disusul petinggi institusi, anggota polri, dan pelaku kekerasan.

Damar juga menyampaikan upaya kriminalisasi di ranah media sosial cenderung terjadi ketika mencuat isu nasional. Seperti isu Tolak Omnibus Law, TWK KPK, hingga isu RUU PKS.

“Represi teknologi pada kelompok masyarakat sipil sangat rentan ketika ada satu isu nasional mencuat. Polanya tetap sama, ketika ramai isu penolakan pada kebijakan pemerintah saat itu juga terjadi serangan digital tinggi,” ucap Damar.

Damar juga menyebut serangan doxing kepada kelompok masyarakat sipil bahkan jurnalis diprediksi bakal semakin marak terjadi di 2022. Serangan doxing dinilai lebih terukur, terkoordinasi, dan masif di media sosial.

Oleh karena itu, upaya menekan kebebasan berekspresi di media sosial berupa doxing diprediksi akan lebih masif dari tahun ini.

“Jenis doxing terjadi belakangan ini tindakan masif dan terkoordinir. Ini bukan iseng tapi justru orang yg bekerja untuk menyakiti dan kemudian menyebarkan data pribadinya di medsos,” tuturnya.

(mln/bmw)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *