Siap-siap, BMKG Prediksi Sejumlah Wilayah Indonesia Masuk Kemarau Mei
Jakarta, Indonesia —
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan beberapa wilayah mulai dari Sumatera hingga Papua akan memasuki musim kemarau pada Mei.
BMKG menyebut awal musim kemarau di Indonesia terjadi secara bertahap, mulai April hingga Juni.
Plt. Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan wilayah yang masuk musim kemarau pada April meliputi Lampung bagian timur, pesisir utara Jawa Bagian barat, pesisir Jawa Timur, sebagian Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, wilayah yang memulai musim kemarau pada Mei adalah sebagian kecil Sumatera, sebagian besar Jawa Tengah hingga Jawa Timur, sebagian Kalimantan Selatan, Bali serta Papua bagian selatan.
Pada bulan berikutnya atau Juni, wilayah yang masuk musim kemarau adalah sebagian besar Sumatera, sebagian besar Jawa bagian barat, Kalimantan bagian selatan dan sebagian kecil wilayah Sulawesi dan Papua.
Berdasarkan hasil analisis BMKG, awal musim kemarau di berbagai wilayah Indonesia cenderung normal. Namun, kata Dwikorita, ada sejumlah daerah yang mengalami keterlambatan dari waktu normalnya.
“Jika dibandingkan dengan rata-rata klimatologi periode 1991-2020, Awal Musim Kemarau 2025 di Indonesia diproyeksikan terjadi pada waktu yang sama dengan normalnya di 207 Zona Musim (ZOM) atau 30 persen, mundur di 204 ZOM atau 29 persen, dan Maju di 104 ZOM atau 22 persen,” jelas Dwikorita dalam keterangannya, Kamis (13/3).
Dwikorita merinci wilayah yang diperkirakan mengalami awal musim kemarau sesuai dengan waktu normalnya, meliputi Sumatera, Jawa Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Sulawesi Utara, sebagian Maluku serta sebagian Maluku Utara.
Sementara itu wilayah yang diprediksi mengalami awal musim kemarau mundur atau lebih lambat dari biasanya adalah Kalimantan bagian Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian Sulawesi, sebagian Maluku Utara dan Merauke.
Selain memprediksi awal musim kemarau, BMKG juga menganalisis sifat musim kemarau yang akan terjadi.
Mayoritas wilayah diprediksi akan mengalami musim kemarau dengan kondisi normal, meskipun beberapa wilayah lainnya diperkirakan akan lebih kering atau lebih basah dari biasanya.
Berdasarkan perbandingan dengan rata-rata klimatologinya, Musim Kemarau 2025 diprediksi bersifat normal di 416 ZOM atau 60 persen, bersifat atas normal (lebih basah) di 185 ZOM atau 26 persen, dan bersifat bawah normal (lebih kering) di 98 ZOM atau 14 persen.
Wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau normal mencakup sebagian besar Sumatera, Jawa bagian Timur, Kalimantan, sebagian besar Sulawesi, Maluku dan sebagian besar Pulau Papua.
Sementara itu, wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di atas normal meliputi sebagian kecil Aceh, sebagian besar Lampung, Jawa bagian barat dan Tengah, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, sebagian kecil Sulawesi dan Papua bagian Tengah.
Adapun wilayah yang diprediksi mengalami sifat musim kemarau di bawah normal atau lebih kering dari rata-rata klimatologinya adalah Sumatera bagian utara, sebagian kecil Kalimantan Barat, Sulawesi bagian tengah, Maluku Utara dan Papua bagian selatan.
Puncak kemarau
Lebih lanjut Dwikorita memprediksi periode puncak musim kemarau di Indonesia pada tahun ini akan terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus 2025.
“Puncak musim kemarau 2025 di sebagian besar wilayah Indonesia diprediksi terjadi pada Juni, Juli, dan Agustus 2025,” katanya.
Mengenai dinamika atmosfer dan laut selama periode tersebut, pemantauan suhu muka laut pada awal Maret 2025 menunjukkan bahwa fenomena La NiƱa di Samudra Pasifik telah beralih menuju fase Netral dari El Nino Southern Oscillation (ENSO).
Di sisi lain, fenomena Indian Ocean Dipole (IOD) di Samudra Hindia juga berada dalam fase Netral. BMKG memprediksi kedua fenomena iklim global tersebut (ENSO dan IOD) akan tetap berada dalam fase Netral sepanjang musim kemarau 2025.
Menurut Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan, dinamika atmosfer dan laut ini menyebabkan musim kemarau tahun ini berada dalam kondisi iklim normal, tanpa adanya pengaruh kuat dari iklim laut seperti ENSO dan IOD.
Kendati demikian, Ardhasena menegaskan potensi hujan tetap ada, terutama di beberapa wilayah Indonesia yang diprediksi memiliki sifat musim kemarau di atas normal, yang berpotensi menerima akumulasi curah hujan musiman yang lebih tinggi dari biasanya.
“Jadi utamanya adalah karena tidak adanya dominasi iklim global seperti El Nino, La Nina, dan IOD. Oleh karena itu, prediksi kami untuk iklim tahun ini adalah normal dan tidak sekering tahun 2023 yang berdampak pada banyak kebakaran hutan. Musim kemarau tahun 2025 cenderung mirip dengan kondisi musim kemarau tahun 2024,” pungkas Ardhasena.
(lom/fea)