Siswa Dominasi Klitih, Muhammadiyah Minta Lembaga Pendidikan Tak Grogi
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah meminta lembaga pendidikan tak grogi menghadapi fenomena kejahatan jalanan atau klitih yang kebanyakan pelakunya pelajar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Muhammadiyah merasa tak boleh menutup mata melihat fakta banyak pelaku klitih yang masih berstatus pelajar. Sementara organisasi ini juga menaungi banyak sekolah dari berbagai jenjang, termasuk di DIY.
“Klitih itu kan bentuk dari kekerasan jalanan ya, ya mungkin campuran antara kenakalan dengan tanda petik budaya kekerasan yang kemudian terbiarkan sehingga kemudian menjadi lazim,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir di kantornya, Rabu (29/12).
Haedar beranggapan isu klitih harus disikapi oleh tiga pihak atau matra. Pertama, keluarga. Institusi ini harus menanamkan nilai perdamaian dan anti-kekerasan sejak dini di rumah demi mencegah munculnya kasus kejahatan oleh anak.
“Era baru sebenarnya, konsep keluarga sakinah, keluarga sejahtera itu harus memasukkan dimensi pemuliaan manusia dan anti kekerasan dan pro perdamaian,” katanya.
“Tentu mungkin nanti perlu NA (Nasyi’atul Aisyiyah) masuk pada isu ini agar ada poin-poin nilai yang bisa diinternalisasi di keluarga tapi pakai pola. Seperti apa sih ngajari anak kecil belajar damai, menghargai orang, laki-perempuan saling memuliakan, jaga martabat supaya sterotipe tidak muncul dari awal,” sambung dia.
Memperkuat peran keluarga, Haedar menyoroti lembaga pendidikan yang dinilainya mesti mengoptimalkan fungsi edukasi masalah kekerasan hingga korupsi.
“Lembaga pendidikan jangan grogi, gagap, dan jangan kehilangan perspektif pendidikannya. Lembaga pendidikan harus tetap menjalankan fungsi edukasinya baik preventif dan kuratif dalam menyikapi problem-problem kekerasan, asusila, juga persoalan korupsi,” paparnya.
Ketiga, Haedar juga menyasar fungsi kontrol sosial serta penegakan hukum. Keduanya perlu diperkuat menimbang adanya peluang kasus kejahatan jalanan muncul karena absennya fungsi kontrol sosial masyarakat.
“Boleh jadi kenakalan anak-anak muda itu tadi terbiarkan karena masyarakat sendiri tidak memfungsikan social control yang bagus,” katanya.
Maka dari itu, Haedar berharap DIY dengan Yogyakarta sebagai ibukotanya yang dikenal dengan sebutan kota pendidikan mampu menjaga ketiga matra ini mampu menjalankan fungsinya dengan seksama.
“Ini penting kerja simultan antar-ketiga matra tadi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat peningkatan jumlah kasus kejahatan jalanan atau biasa disebut klitih di wilayahnya sepanjang 2021.
Yakni, 58 laporan kejahatan jalanan sepanjang 2021, meningkat 6 kasus dibanding periode sebelumnya. Sebanyak 40 kasus di antaranya terselesaikan dengan total 102 pelaku diproses hukum.
Dari 102 pelaku di tahun 2021 itu, 80 orang di antaranya masih berstatus pelajar dan sisanya merupakan pengangguran. Modus operandi paling banyak secara berurutan adalah penganiayaan, kepemilikan senjata tajam (sajam), dan pengrusakan.
(kum/arh)