Studi Temukan Makna Tersembunyi dari Suara Orang Utan




Jakarta, Indonesia

Suara orang utan mungkin sering terdengar seperti kumpulan suara acak. Namun, ternyata irama dalam suara orang utan punya makna sendiri.

Melansir Phys.org, psikolog evolusioner Adriano Lameira dan rekan-rekannya pada 2024 melakukan penelitian tentang komunikasi orang utan yang berfokus pada spesies orang utan liar Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii).

Mereka meneliti jenis vokalisasi atau panggilan yang hanya dilakukan orang utan jantan, yang dikenal sebagai long call (panggilan panjang).


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam penelitian itu ditemukan bahwa long call memiliki struktur dua tingkat hierarki ritme. Ini merupakan penemuan yang sangat penting karena menunjukkan bahwa ritme orang utan memiliki struktur secara rekursi. Hal tersebut sama dengan bahasa manusia yang sangat bersifat rekursif.





Rekursi adalah ketika sesuatu dibentuk dari bagian-bagian yang lebih kecil yang mengikuti pola yang sama. Misalnya dalam bahasa, sebuah kalimat bisa mengandung kalimat lain di dalamnya. Dalam musik, sebuah ritme bisa terdiri dari ritme-ritme kecil yang saling bersarang.

Ketika pola ritme dua tingkat ditemukan dalam panggilan panjang orang utan jantan Kalimantan, tim Adriano mencari tahu apakah jenis ritme ini unik untuk panggilan tertentu itu, atau kah menunjukkan bagian yang lebih dalam dari cara orang utan berkomunikasi.

Untuk mengetahuinya, mereka mempelajari panggilan peringatan dari orang utan betina liar Sumatera. Mereka kemudian menemukan sesuatu yang mengejutkan.

Alih-alih dua tingkat, seperti yang terlihat pada orang utan jantan Kalimantan, mereka menemukan tiga tingkat hierarki ritme.

Kini, para peneliti tersebut menemukan bahwa suara orang utan yang sebelumnya terdengar seperti kebisingan acak ternyata menunjukkan struktur yang jelas.

Penelitian itu menunjukkan bahwa perbedaan antara vokal manusia dengan hewan mungkin tidak begitu tegas. Studi tentang kera besar dan hewan lain seperti lemur, paus, dan lumba-lumba mengungkapkan bahwa mereka mampu menyusun struktur ritmis, belajar vokal, menggabungkan sinyal dan suara untuk membentuk suara baru, bahkan menggunakan vokal dan konsonan.

Temuan-temuan ini mengisyaratkan bahwa akar bahasa mungkin terletak pada mekanisme evolusi yang dimiliki bersama.

Mereka juga meneliti mengapa pola rekursif berkembang. Maka, mereka merancang sebuah eksperimen di mana orang utan liar diperlihatkan berbagai model predator, beberapa di antaranya memberikan ancaman yang lebih realistis daripada yang lain.

Eksperimen ini melibatkan seseorang yang berjalan merangkak di bawah selimut dengan warna berbeda. Salah satunya memiliki motif belang harimau (harimau adalah predator bagi orang utan). Selimut lainnya berwarna biru, putih, atau multiwarna.

Mereka menemukan bahwa rangkaian alarm orang utan yang lebih terstruktur, teratur, dan cepat muncul sebagai respons terhadap motif belang harimau. Ketika predator tampak kurang meyakinkan, vokalisasi menjadi kurang teratur dan melambat. Jadi, ritme mungkin membantu pendengar menilai seberapa serius situasinya.

Pola-pola dalam panggilan orang utan ini memberi petunjuk penting tentang bagaimana bahasa mungkin bermula. Namun, mungkin saja hewan lain juga memiliki cara berkomunikasi serupa.

(fby/agt)



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *