Suciwati Serahkan Bukti Baru Kasus Pembunuhan Munir ke Kejagung



Jakarta, Indonesia —

Suciwati bersama dengan Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (KASUM) menyerahkan sejumlah bukti baru terkait kasus pembunuhan mendiang suami sekaligus aktivis HAM Munir Said Thalib kepada Kejaksaan Agung (Kejagung)

Suciwati menjelaskan, langkah tersebut dilakukan pihaknya sekaligus untuk menanyakan perkembangan penyelesaian kasus pembunuhan terhadap suaminya yang terjadi pada 2004 lalu.

Ihwal bukti baru yang diberikan kepada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana, Suciwati mengatakan, salah satunya terkait putusan Komisi Informasi Pusat (KIP) yang dikeluarkan pada 2012.

Ia menjelaskan, saat itu KASUM sudah mengajukan gugatan atas putusan tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Gugatan itu terkait surat pengangkatan Pollycarpus Budihari Priyanto–mantan terpidana pembunuhan Munir–oleh Badan Intelijen Negara (BIN).

Selain itu juga terkait surat tugas Muchdi PR–mantan Deputi V BIN–yang menurut Suciwati, Muchdi mengaku memang ditugaskan BIN ke Kuala Lumpur, Malaysia.

“Itu sudah dijawab dan sudah ada putusan dari KIP bahwa, satu, memang menurut pengakuan dari BIN mereka tidak memiliki surat pengangkatan Pollycarpus. Kedua, mereka juga tidak pernah memberikan surat tugas atau tugas kepada Muchdi PR,” jelasnya.

Menurutnya, apa yang tertuang dalam putusan KIP tersebut dapat dipakai oleh Kejagung sebagai novum atau bukti baru untuk penyelidikan kasus Munir.

“Saya pikir itu salah satu hal yang bisa dipakai pihak kejaksaan untuk menjadi novum. Tapi saya tidak tahu sampai hari ini itu tidak dilakukan, padahal itu kan putusan antara 2012 atau 2013 ya. Saya pikir harusnya dilakukan. Itu yang harusnya didorong,” ucap Suciwati.

Dirinya lantas menanyakan komitmen Kejagung yang sampai saat ini dirasa masih nihil untuk menyelesaikan kasus Munir. Padahal Presiden Jokowi sejak 2016 lalu sudah meminta kepada Jaksa Agung agar segera menindaklanjuti kasus tersebut.

“Tapi sampai hari ini ketika saya nanya apakah ada kemungkinan itu, dijawabnya ‘Iya kita nanti akan rapatkan’,” tuturnya.

“Saya bilang misalnya berkutat soal dokumen Tim Pencari Fakta (TPF), hari ini orang-orang TPF itu masih hidup. Bisa dipanggil semua kalau memang serius untuk menindaklanjuti kasus ini,” imbuhnya.

Munir, 17 tahun lalu tepatnya pada 7 September 2004, dibunuh dengan racun arsenik dalam penerbangan ke Amsterdam, Belanda.

Sejumlah orang sudah diproses hukum, termasuk mendiang Pollycarpus Budihari Prijanto. Namun banyak pihak yang menilai pengusutan kasus belum tuntas lantaran aktor intelektual belum diproses. Misalnya, mantan Kepala BIN, AM Hendropriyono.

Sementara saat ini, kasus pembunuhan Munir yang terjadi pada 2004 silam terancam kedaluwarsa. Sebab berdasarkan Pasal 78 ayat (1) butir 3 KUHP, penuntutan pidana hapus setelah 18 tahun untuk kejahatan yang diancam pidana mati atau seumur hidup, seperti pembunuhan berencana.

Pada 7 Septmber 2021, Suciwati ditemani sejumlah pihak kembali mendesak pembunuhan Munir itu menjadi kasus HAM berat agar pengusutannya tak mengenal masa kedaluwarsa.

Berdasarkan hal itu, Komnas HAM pun membentuk tim pemantauan dan penyelidikan. Tim itu diketuai oleh Komisioner Beka Ulung Hapsara dengan anggota M Choirul Anam dan Sandrayati Moniaga.

(tfq/gil)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *