Suster Myanmar Buka Klinik Diam-diam, Swab Pasien Pakai Bambu
Jakarta, Indonesia —
Sekelompok perawat menjalankan klinik darurat untuk merawat pasien Covid-19 dan pasukan pemberontakan sipil secara sembunyi-sembunyi karena takut diburu junta militer Myanmar.
Para suster menggunakan obat-obat dan peralatan medis seadanya yang diselundupkan melewati pos pemeriksaan militer.
Relawan perawat pun menyimpan seluruh alat tempur medis dan obat-obatannya di dalam sebuah tas sehingga mereka selalu siap melarikan diri ketika petugas hendak merazia klinik gelap mereka.
Salah satu perawat yang menjalankan klinik tersebut, Aye Naing (bukan nama sebenarnya), bercerita bahwa ia meninggalkan pekerjaannya sebagai tenaga medis di rumah sakit pemerintah tak lama setelah kudeta.
Ia mengundurkan diri dari pekerjaannya itu sebagai bentuk protes terhadap junta militer.
Sejak Juni lalu, Aye mengatakan dia menjadi relawan klinik darurat di Negara Bagian Kayah, Myanmar. Wilayah itu merupakan salah satu daerah pusat bentrokan antara junta dan pasukan anti-kudeta.
Di Kayah, sekitar 85 ribu orang harus mengungsi, menurut badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Banyak dari mereka yang berkumpul di kamp pengungsi, di mana infeksi mudah menyebar.
“Kala pertempuran dimulai, kami harus berlari dan bersembunyi di hutan,” kata Aye kepada AFP saat diwawancarai di sebuah gedung sekolah yang disulap menjadi klinik darurat.
Aye menuturkan, kebanyakan pasiennya merupakan kelompok pengungsi dan pejuang dari Kelompok Pasukan Pertahanan Rakyat (PDF) lokal.
“Saya diberitahu bahwa tidak banyak dokter dan pekerja kesehatan di area ini, dan penduduk desa membutuhkan mereka. Jadi saya memutuskan untuk datang dan berusaha mendapatkan suplai medis,” tutur Aye.
Di sebuah desa, Aye dan perawat lainnya harus melakukan tes swab menggunakan bahan seadanya yakni robekan plastik yang dibalut di atas bingkai bambu. Masyarakat yang mendapatkan hasil positif Covid-19, katanya, hanya bisa diberikan parasetamol atau vitamin.
Sementara itu, tabung oksigen yang tersedia di klinik daruratnya juga benar-benar harus digunakan dengan hemat, mengingat pengisian oksigen membutuhkan usaha ekstra.
Masyarakat harus melakukan perjalanan ke kota besar terdekat dan melewati berbagai pos junta militer selama perjalanan.
Meski terancam ditangkap junta militer, Aye terus menolong warga yang membutuhkan jasanya, terutama para pengungsi dan pasukan gerilyawan anti-kudeta.
“Dukungan orang tua saya membuat saya kuat. Ayah saya mengirimkan obat sebanyak yang ia bisa,” ucap Aye.
Tenaga medis ikut jadi target penangkapan junta militer dapat dibaca di halaman berikutnya >>>
Suster di Myanmar Buka Klinik Diam-diam, Swab Pasien Pakai Bambu