Tak Ada Hati DPR Sahkan RUU TPKS


Jakarta, Indonesia —

Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) gagal disahkan menjadi RUU inisiatif DPR RI pada 2021 ini.

Hal itu terjadi lantaran Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR tidak mengagendakan pembahasan RUU TPKS untuk dibawa ke Rapat Paripurna DPR terakhir di 2021 yang berlangsung pada Kamis (16/12). Sebagai informasi, itu adalah rapat paripurna terakhir di 2021 ini karena DPR akan melakoni reses per 17 Desember 2021 hingga 10 Januari 2022.

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan ada masalah teknis di balik kegagalan RUU TPKS disahkan menjadi RUU inisiatif DPR pada 2021 ini. Menurut Dasco, masalah teknis tersebut bukan karena RUU TPKS tak disepakati, melainkan lantaran telah melewati batas waktu rapat pimpinan dan Bamus di DPR.

“Masalah teknisnya itu adalah ketika kita Rapim dan Bamus, UU belum selesai dibahas di tingkat satu,” ujar Dasco kepada wartawan di kompleks Parlemen, Kamis.

Dasco menerangkan setelah gagal di Rapat Paripurna penutupan masa sidang II 2021-2022 hari ini, RUU TPKS akan dibawa ke masa sidang awal tahun depan pasca reses pertengahan Januari 2022 mendatang.

“Kita akan rencanakan pada masa sidang yang depan setelah reses ini, kesempatan pertama segera kita masukkan dalam Rapim dan Bamus untuk segera disahkan di Paripurna,” kata dia yang juga politikus Gerindra itu,

Sementara itu, Wakil Ketua Baleg DPR sekaligus Ketua Panja RUU TPKS, Willy Aditya, mengungkapkan sudah menjalin komunikasi informal dengan pimpinan DPR untuk memastikan RUU TPKS disahkan dalam Rapat Paripurna pembuka 2022. Ia melanjutkan saat ini Baleg sudah menyelesaikan pleno terhadap RUU TPKS dan mengirimkan surat pada pimpinan DPR untuk disahkan di paripurna terdekat setelah gagal di Paripurna pada Kamis lalu.

Tak Ada Hati

Direktur Eksekutif Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), I Made Leo Wiratma, menilai kegagalan pembahasan untuk menjadi RUU inisiatif DPR memperlihatkan DPR tidak ada hati untuk mengesahkan RU TPKS.

Menurutnya, DPR seharusnya bisa bergerak dengan cepat untuk menyelesaikan pembahasan bila serius ingin mengesahkan RUU TPKS.

“Mereka [DPR] memang dalam hati terdalam mereka menolak. Kalau serius menggolkan sudah selesai,” kata Leo kepada Indonesia.com, Kamis (16/12).

Ia mengkritik hasil pembahasan RUU TPKS yang sudah berlangsung dalam waktu yang lama namun hanya berputar pada masalah yang sama.

Leo pun menduga, ada kekuatan tertentu dari internal DPR yang terus berupaya untuk menggagalkan pengesahan RUU TPKS, mengingat RUU TPKS bisa menjerat anggota dewan juga yang melakukan kekerasan seksual.

“Ini bisa menyentuh anggota DPR sendiri kalau diberlakukan suatu saat. Kecenderungan saya lihat banyak dari mereka yang secara individual menilai undang-undang ini urusan pribadi. Padahal siapapun yang melakukan kekerasan seksual itu bisa masuk pidana,” katanya.




Insert Infografis Kekerasan Seksual di Kampus

Leo juga mempertanyakan, sikap konkret Ketua DPR Puan Maharani dalam menunjukkan keberpihakan pada RUU TPKS.

Sebagai seorang perempuan yang duduk di pucuk pimpinan DPR, menurutnya, Puan seharusnya keluar dari zona nyaman dan memberikan pernyataan yang mengarahkan agar RUU TPKS seger dibahas dan disahkan.

“Sebagai Ketua DPR bisa mengarahkan bahwa RUU ini penting. Sebenarnya ada keberpihakan Puan, dia sebagai perempuan. Masalahnya beliau [Puan] ada di zona nyaman terus [dan] tidak berani out of the box melawan arus pernyataannya,” katanya.

“Publik menunggu juga keberpihakan puan dalam RUU ini,” imbuh Leo.

Baca halaman selanjutnya…. Bamus Titik Lemah Legislasi


Bamus Titik Lemah Legislasi


BACA HALAMAN BERIKUTNYA



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *