Timnas Wanita Afghanistan Ungkap Kengerian di Bawah Kuasa Taliban
Para pemain timnas sepak bola wanita Afghanistan mengungkapkan kekhawatiran menjalani karier sebagai pesepakbola di bawah pemerintahan Taliban.
Nasib atlet wanita Afghanistan jadi tak menentu semenjak Taliban mengambil alih pemerintahan mulai pertengahan Agustus lalu.
Perempuan dan anak-anak telah diperintahkan untuk menetap di rumah dan meninggalkan pekerjaan serta sekolah mereka. Sementara ratusan atlet wanita bersembunyi dan dievakuasi ke negara lai yang bersedia menampung mereka.
Kapten timnas wanita Afghanistan, Khalida Popal, bahkan terpaksa mengajak para pemain untuk menghapus profil mereka di media sosial serta membakar perlengkapan sepak bola untuk melindungi diri sendiri.
“Mereka seperti mimpi buruk bagi generasi saya. Mereka mengambil alih seluruh negara kami dalam satu malam. Dan, sejak malam itu kami menyaksikan Taliban di jalanan. Mereka kejam dan tidak memiliki belas kasihan kepada siapa pun,” kata Narges Mayeli, bek 19 tahun timnas Afghanistan kepada .
Setelah Taliban merebut kekuasaan, para wanita Afghanistan mencemaskan kelanjutan hidup dan keselamatan keluarga mereka. Izin wanita untuk pergi keluar negeri menjadi barang langka dalam beberapa bulan terakhir.
Namun, pada November ini sebanyak 130 pesepakbola wanita Afghanistan beserta keluarga mereka telah mendapat izin tinggal selama enam bulan di Inggris. Akan tetapi, nasib mereka tak menentu setelah batas waktu tersebut selesai.
“Saya merasa sedih dan khawatir dan saya ingin segera dapat kembali ke rumah saya. Kami tidak pernah bermimpi untuk meninggalkan negara kami, tetapi sangat sulit dan menakutkan bahwa sebagai wanita, kami kehilangan cara dan kebebasan yang semula kami miliki di Afghanistan,” ujar Sabreyah Nowrozi, kapten timnas wanita berusia 24 tahun.
Inggris memang memprioritaskan perizinan penampungan sementara kepada wanita, anak perempuan, dan agama minoritas Afghanistan untuk mengungsi. Namun, tak ada jaminan bagi tim sepak bola wanita Afghanistan.
“Gadis-gadis ini tidak memiliki status pengungsi,” kata Popal yang tinggal di Denmark sejak 2011 karena takut kehilangan nyawa sebagai imbas membentuk timnas wanita Afghanistan.
“Mereka berada dalam semacam limbo karena tidak tahu apa yang akan terjadi pada mereka dalam waktu enam bulan,” katanya.
Meski demikian, para pemain timnas wanita Afghanistan mengaku lebih aman tinggal di Inggris. Namun, mereka juga merasa tidak aman tanpa jaminan status pengungsi.
“Tentu saja Anda tidak bisa fokus berlatih karena tahu bahwa mungkin besok Anda akan diusir dari negara ini,” ujar Popal.
Popal menilai para pesepakbola wanita dan keluarga telah melalui banyak hal sulit. Mereka sebenarnya tak mau meninggalkan Afghanistan, namun situasi membuat mereka terpaksa melakukan hal tersebut.
“Bukan hanya ketakutan kehilangan nyawa mereka tetapi juga dari lingkungan sekitar, yakni masyarakat yang menentang partisipasi perempuan, terutama melalui sepak bola,” terang Popal.
Popal menyebut Taliban membagikan informasi yang tidak akurat di publik tentang status perempuan Afghanistan agar terlihat lebih progresif di mata internasional. Tetapi faktanya jauh berbeda.
|
“Saya telah menerima banyak telepon, pesan, atau pun email dari orang-orang putus asa, terutama para atlet wanita. Mereka benar-benar mencari jalan keluar untuk merasakan kebebasan dan akses pendidikan yang layak,” ujar Popal.
“Kami adalah wanita yang bermain sepak bola bukan sekadar permainan, tetapi untuk menginspirasi dan mengangkat suara kami terhadap hak-hak perempuan. Sebagai wanita dan pesepakbola, saya merasa tidak aman di Afghanistan,” timpal Mayeli.
(jun/jal)