Trump Bakal Kunjungi 3 Negara Teluk Terkaya di Dunia

Daftar Isi
Jakarta, Indonesia —
Presiden Amerika SerikatĀ Donald Trump dijadwalkan akan melakukan kunjungan kenegaraan ke tiga negara Teluk paling kaya energi di dunia, yakni Arab Saudi, Qatar, dan Uni Emirat Arab (UEA).
Kunjungan ini akan berlangsung mulai Selasa pekan depan hingga 16 Mei, dan menjadi lawatan resmi pertamanya sejak kembali menjabat untuk masa jabatan kedua presiden AS.
Ketiga negara tersebut berlomba-lomba memanfaatkan momentum ini untuk mengubah kedekatan personal mereka dengan Trump menjadi keuntungan konkret.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka telah menjanjikan triliunan dolar investasi di AS dan memosisikan diri sebagai mitra kunci dalam berbagai konflik global yang ingin diselesaikan oleh Trump-mulai dari Gaza, Ukraina, hingga Iran.
“Dalam buku Trump, negara-negara Teluk mencentang semua kotak yang benar,” ujar Hasan Alhasan, peneliti senior untuk kebijakan Timur Tengah di International Institute for Strategic Studies, Bahrain, kepada .
“Mereka berjanji menggelontorkan triliunan dolar ke ekonomi AS dan menghabiskan dana besar untuk sistem senjata buatan Amerika,” lanjutnya.
Arab Saudi, incar pakta keamanan dan nuklir sipil
Bagi Arab Saudi, kata kunci dari kunjungan ini adalah “keamanan.” Ali Shihabi, komentator politik dan ekonomi Saudi, menyebut bahwa prioritas utama Riyadh adalah mendapatkan jaminan komitmen keamanan dari AS.
Pada tahun lalu, AS dan Saudi hampir menyepakati pakta pertahanan dan perdagangan bersejarah. Namun, kesepakatan itu mandek karena Saudi bersikeras agar Israel menunjukkan komitmen terhadap solusi dua negara untuk Palestina.
Kini, banyak pihak percaya bahwa Trump akan tetap mendorong kesepakatan besar tanpa harus menunggu normalisasi penuh.
Selain itu, Saudi juga mengincar kerja sama untuk membangun program nuklir sipil.Namun, keinginan Riyadh untuk melakukan pengayaan uranium secara domestik menimbulkan kekhawatiran, baik di Washington maupun Tel Aviv, terkait potensi proliferasi senjata nuklir.
Trump sendiri telah menyiratkan bahwa kunjungannya ke Saudi akan terjadi jika ada komitmen investasi besar.
“Mereka bilang akan investasi satu triliun dolar di AS, jadi saya akan ke sana,” ujarnya pada Maret lalu.
Meski angka itu belum dikonfirmasi, Saudi telah mengumumkan rencana memperluas hubungan dagang dan investasi dengan AS hingga $600 miliar atau sekitar Rp9,912 triliun dalam empat tahun ke depan.
Namun, untuk bisa mendanai ambisi diversifikasi ekonominya, Saudi masih sangat bergantung pada penjualan minyak dengan harga tinggi-sebuah kondisi yang berbenturan dengan keinginan Trump untuk menekan harga minyak demi kepentingan konsumen AS.
UEA, misi besar jadi pemimpin AI dunia
Uni Emirat Arab tampil sebagai negara Teluk yang paling agresif dalam strategi investasi untuk memperkuat hubungan dengan AS. Dijuluki “ibu kota modal,” Abu Dhabi telah menjanjikan triliunan dolar untuk ekonomi Amerika dan menargetkan dominasi global di bidang kecerdasan buatan (AI).
Pada Maret, UEA mengumumkan rencana investasi senilai $1,4 triliun dalam 10 tahun ke depan, fokus pada teknologi AI, semikonduktor, manufaktur, dan energi. Angka itu melengkapi portofolio investasi UEA di AS yang sudah mencapai $1 triliun menurut Kedutaan Besar UEA di Washington.
“UEA melihat kesempatan seumur hidup untuk menjadi pemain utama dalam teknologi canggih,” kata Anwar Gargash, penasihat diplomatik Presiden UEA.
“Komitmen investasi ini adalah bagian dari strategi untuk melepaskan ketergantungan pada hidrokarbon,” jelasnya.
Namun, ambisi ini menghadapi hambatan berupa pembatasan ekspor teknologi AI dari AS yang diberlakukan pada akhir masa jabatan Joe Biden. UEA termasuk salah satu negara yang terkena dampaknya.
Dalam kunjungannya nanti, Trump diperkirakan akan mencabut sebagian pembatasan tersebut, sebuah langkah yang sangat dinantikan oleh Abu Dhabi.
Qatar, menjaga relevansi lewat diplomasi global
Qatar mungkin merupakan mitra keamanan AS yang paling formal di kawasan Teluk. Negara ini menjadi tuan rumah bagi instalasi militer AS terbesar di Timur Tengah, yang digambarkan Departemen Luar Negeri AS sebagai “tak tergantikan.”
Tahun lalu, AS secara diam-diam memperpanjang kehadiran militernya di pangkalan tersebut selama 10 tahun ke depan dan mengamandemen perjanjian kerja sama pertahanan sejak 1992. Pada 2022, Qatar juga mendapat status sebagai Major Non-NATO Ally dari AS, gelar khusus untuk negara mitra strategis militer.
Lebih dari itu, Qatar aktif berperan sebagai mediator dalam berbagai konflik, termasuk di Gaza dan Afghanistan. Peran ini bukan sekadar diplomasi, tapi juga strategi untuk mempertahankan pengaruhnya di mata Washington.
“Negara-negara Teluk melihat mediasi konflik sebagai sumber prestise dan pengaruh,” ujar Alhasan. “Mereka menggunakan peran ini untuk memposisikan diri sebagai mitra penting bagi agenda politik Trump.”
Salah satu agenda penting Qatar dalam kunjungan Trump adalah mendorong pelonggaran sanksi terhadap Suriah, khususnya yang diberlakukan lewat Caesar Act. Meski Qatar punya hubungan dekat dengan Presiden Suriah, Ahmed al-Sharaa, mereka enggan memberikan dukungan finansial tanpa restu dari AS.
Meski tampak sebagai kunjungan kenegaraan, para analis sepakat bahwa perjalanan Trump ini lebih dari sekadar simbolis. Trump datang karena percaya bahwa kunjungan ini menguntungkan, baik untuk ekonomi AS maupun kepentingan pribadi serta lingkaran dekatnya.
“Trump ke sini karena ia yakin ini menguntungkan bagi AS, dan mungkin juga dirinya sendiri,” kata Firas Maksad dari Eurasia Group. “Jadi, bersiaplah untuk pengumuman-pengumuman besar.”
(tst/mik)