UU Ciptaker Inkonstitusional Bersyarat, Pakar Sebut Revisi dari Awal



Jakarta, Indonesia —

Polemik UU Ciptaker inkonstitusonal bersyarat yang dinyatakan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) membuat penafsiran berbeda-beda soal bagaimana keberlanjutan beleid yang harus diperbaiki maksimal dua tahun itu.

Ada pakar yang menilai lewat putusan itu maka Pemerintah dan DPR harus memproses revisi UU Cipta Kerja dengan mengikuti tahapan dari awal hingga melahirkan perundangan baru. Salah satunya, diungkapkan Pakar Hukum Tata Negara dari STIH Jentera, Bivitri Susanti, yang berpendapat pemerintah dan DPR harus memperbaiki UU Ciptaker melalui proses awal selaiknya membentuk UU baru.

“Ya harus melalui proses dari awal lagi,” ujar Bivitri melalui keterangan tertulis, Senin (29/11).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3), rangkaian proses pembentukan perundangan, baik itu revisi atau baru, pada prinsipnya mencakup tahap perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

Senada, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, Wiwik Budi Wasito, berpendapat pemerintah dan DPR harus melakukan perubahan atau revisi dalam proses perbaikan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker) sebagaimana putusan MK.

“Kalau putusan MK kemarin itu sebenarnya ujungnya nanti adalah revisi atau perubahan terhadap UU Cipta Kerja. Karena tidak mungkin melakukan suatu perbaikan tanpa mengubah materi UU itu,” ujar Wiwik melalui sambungan telepon, Senin (29/11).

Revisi dimaksud nantinya bisa kemungkinan mengubah, menambah, atau menghapus muatan yang sudah ada di dalam UU Ciptaker saat ini. Hal itu, menurut Wiwik, tergantung pada pembentuk UU yakni pemerintah dan DPR.

“Memperbaiki itu solusinya dengan itu tadi, dengan bikin perubahan,” imbuhnya.

Selain merevisi UU Ciptaker, Wiwik mengatakan dalam perkembangannya nanti juga ada perubahan terhadap UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) yang memasukkan metode omnibus untuk menyusun UU.

“Kalau menurut saya harusnya efeknya adalah selain melakukan revisi terhadap UU Ciptaker sehingga nanti akan muncul UU baru tentang perubahan UU Ciptaker yang sekarang, itu akan muncul juga perubahan lagi terhadap UU PPP kaitannya dengan memasukkan teknis penyusunan UU omnibus law atau dengan mekanisme omnibus law,” terang dia.

Dalam uji formil permohonan nomor: 91/PUU-XVIII/2020, MK memutuskan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat. MK memerintahkan pemerintah dan DPR memperbaiki UU a quo dalam tenggat waktu dua tahun.

Apabila dalam tenggang waktu tersebut pembentuk UU tidak dapat menyelesaikan perbaikan, maka demi kepastian hukum terutama untuk menghindari kekosongan hukum atas UU atau pasal-pasal atau materi muatan UU yang telah dicabut atau diubah tersebut harus dinyatakan berlaku kembali.

(ryn/arh)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *