WNI di AS Ditahan, RI Minta Pemerintah Trump Patuhi Prosedur Hukum

Jakarta, Indonesia —
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Indonesia menyampaikan kekhawatiran mereka terkait tindakan aparat imigrasi Amerika Serikat terhadap penahanan yang dianggap tak melalui prosedur.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Judha Nugraha, mengungkap permintaan Indonesia saat konferensi pers di Gedung Palapa, Kamis (24/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Indonesia melalui perwakilan kita yang ada di Amerika Serikat juga melakukan komunikasi dan koordinasi dengan otoritas yang ada di Amerika Serikat,” kata dia.
“Kita menyampaikan concern kita mengenai adanya tindakan dari aparat imigrasi AS terhadap penahanan WNI yang tidak melalui due process, antara lain ada yang visanya masih berlaku dan dicabut,” imbuh Judha.
Pemerintah Indonesia, lanjut dia, menghormati kedaulatan AS yang ingin menegakan hukum imigrasi. Di sisi lain, RI juga meminta agar proses penegakan yang dilakukan tetap mempertimbangkan hukum yang berlaku.
“Kita juga meminta agar proses penegakan hukum yang dilakukan oleh otoritas AS tetap memperhatikan due process of law sesuai dengan hukum yang berlaku di Amerika Serikat untuk memastikan agar hak-hak para warga kita tetap terpenuhi,” ucap Judha.
Sebelumnya, salah satu WNI di AS Aditya Wahyu Harsono ditangkap otoritas imigrasi AS pada Maret. Saat ini, Aditya masih ditahan di Kandiyohi County Jail, Marshall, Minnesota.
Pengacara Aditya, Sarah Gad mengatakan visa pelajar F-1 milik kliennya juga dicabut secara diam-diam setelah ditangkap, demikian dikutip The Guardian.
Aditya mengaku ke petugas imigrasi AS bahwa visa itu masih berlaku hingga Juni 2026.
Gad mengatakan otoritas AS mencabut visanya tanpa pemberitahuan dan mereka mengeklaim warga RI itu telah melewati batas waktu.
Kementerian Dalam Negeri AS (Department of Homeland Security /DHS) menyatakan pencabutan visa itu dilakukan karena tuduhan pelanggaran ringan berupa grafiti di truk gandeng. Imbas aksi itu, dia didenda sebesar US$100.
Untuk kasus ringan itu, Aditya dibebaskan dengan jaminan US$5.000 pada 10 April. Namun, DHS mengajukan pemberitahuan untuk banding atas kasus tersebut yang otomatis memicu penangguhan dan membuat dia tetap ditahan.
Aditya beragama Islam dan sering mengunggah postingan di media sosial untuk mendukung bantuan kemanusiaan bagi Gaza. Ia juga mengelola lembaga nirlaba kecil yang menjual karya seni dan pernak-pernik, lalu hasilnya disumbangkan ke organisasi-organisasi untuk membantu Gaza.
Sejak kampanye pemilihan presiden, Trump sesumbar akan memperketat kebijakan imigrasi. Belum sepekan menjabat, dia juga sudah menangkap ratusan imigran dan siap mendeportasi.
Selain itu, Trump juga memperluas hukuman mati bagi kriminal dan imigran, mengusir imigran gelap, dan menangguhkan kedatangan para pencari suaka.
(isa/bac)