YLBHI Respons MK: Pemerintah-DPR Terbukti Langgar Konstitusi



Jakarta, Indonesia —

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Bidang Advokasi, Muhammad Isnur menegaskan bahwa pemerintah dan DPR telah terbukti salah dan melanggar konstitusi usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

“Pemerintah dan DPR melanggar konstitusi dan prinsip pembuatan UU, walaupun putusannya inkonstitusional bersyarat dimana Pemerintah diberikan kesempatan untuk memperbaiki. Tetapi putusan MK menggambarkan kekeliruan yang prinsipil,” kata Isnur dalam keterangan resminya, Kamis (25/11).

Isnur menyinggung bahwa sudah banyak kelompok masyarakat mengatakan Omnibus Law UU Cipta Kerja melanggar konstitusi sejak jauh hari. Namun, di satu sisi pemerintah masih saja bergeming.

Ia meminta seharusnya Pemerintah dan DPR harus menyadari kesalahan tersebut. Bahwa terdapat kesalahan mendasar dalam pembentukan peraturan dan tidak mengulanginya kembali.

“Kekeliruan seperti ini juga dilakukan di UU KPK, UU Minerba, UU MK, dan banyak peraturan perundang-undangan lainnya baik secara prosedur maupun isi,” kata Isnur.

Isnur menilai putusan MK itu memiliki konsekuensi bahwa pemerintah tidak bisa memberlakukan UU Cipta Kerja. Tak sampai di situ, pemerintah juga seharusnya menghentikan segala proses pembuatan dan penerapan semua aturan turunannya.

Baginya, pemerintah saat ini telah kehilangan legitimasi dalam menerapkan/melaksanakan UU Cipta Kerja.

Tak hanya itu YLBHI juga meminta pemerintah menghentikan proyek-proyek strategis nasional usai putusan MK tersebut. Sebab proyek itu telah merampas hak-hak masyarakat dan merusak lingkungan hidup.

“Padahal saat ini UU Cipta Kerja telah diberlakukan beserta seluruh PP turunannya. Maka penting untuk menghentikan segera UU ini dan seluruh PP turunannya demi mencegah timbulnya korban dari masyarakat dan lingkungan hidup,” kata Isnur.

Di sisi lain, Isnur juga menilai ketidakpercayaan masyarakat terhadap MK sudah terjawab berkaca pada putusan tersebut. Baginya, sudah terbukti kekhawatiran masyarakat sipil selama ini bahwa MK telah tunduk pada eksekutif.

Ia menyebut MK memberikan putusan yang menggantung atau tidak berani lurus dan tegas dengan logika hukum dan UU MK.

“Seharusnya MK membuat putusan dengan menyatakan “Batal” saja, sehingga tidak membuat bingung dan mentoleransi pelanggaran. ini juga membuat kondisi yang tidak mudah dipenuhi, dan malah menimbulkan ketidakpastian hukum,” kata dia.

MK sebelumnya telah menolak sebagian gugatan UU Cipta Kerja. Namun, di sisi lain MK memerintahkan pemerintah dan DPR untuk memperbaiki dalam jangka waktu dua tahun ke depan. Apabila dalam ketentuan waktu itu tidak menyelesaikan perbaikan, maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

“Memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan ini diucapkan,” kata Ketua MK merangkap Ketua Majelis Hakim Anwar Usman dalam sidang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (25/11).

(rzr/DAL)

[Gambas:Video ]




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *